السلام عليكم و رحمت الله و بركاته
Setelah sekian lama vakum mengupload artikel, akhirnya tiba juga waktunya tuk menulis lagi di blog ini....
Kali ini saya akan share artikel mengenai Di Balik Fenomena Facebook.
Tulisan sebelumnya pernah dimuat oleh harian Kompas.
Smoga Facebook bisa kita manfaatkn dg baik, antara lain saling amar
maruf nahi mungkar, serta untuk menyambung silaturahim tanpa mengurangi
bentuk silaturahim yg paling afdhol yaitu silaturahim di dunia nyata.
InsyaAllah.
Judul Asli : Ketika Iffah Mulai Luntur ” Di Balik Fenomena FacebooK “
Ketika perpecahan keluarga menjadi tontonan yang ditunggu dalam sebuah episode infotainment setiap hari. Ketika aib seseorang ditunggu-tunggu ribuan mata bahkan jutaan dalam berita-berita media massa. Ketika seorang celebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di
luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasei yang ditunggu-tunggu
…’siapa calon bapak si jabang bayi?’
Ada khabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang celebrities
yang belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur,
berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya. Wuiih……mungkin kita bisa berkata ya wajarlah artis, kehidupannya ya
seperti itu, penuh sensasi. Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai
tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik. Wuiiih……ternyata sekarang bukan hanya artis yang bisa seperti itu,
sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang menikmati aktivitasnya
apapun diketahui orang, dikomentarin orang bahkan mohon maaf ….’dilecehkan’ orang, dan herannya perasaan yang didapat adalah
kesenangan.
Fenomena itu bernama facebook, setiap saat para facebooker meng
update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentarin lainnya. Lupa atau
sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa status facebook :
Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya
ngapain ya…..?”——kemudian puluhan komen bermunculan dari lelaki dan
perempuan, bahkan seorang lelaki temannya menuliskan “mau ditemanin?
Dijamin puas deh…”
Seorang wanita lainnya menuliskan “ Bangun tidur, badan sakit semua,
biasa….habis malam jumat ya begini…:” kemudian komen2 nakal bermunculan…
Ada yang menulis “ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi….”, —-kemudian komen2 pelecehan bermunculan.
Ada pula yang komen di wall temannya “ eeeh ini si anu ya …., yang
dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si itu….” —-lupa
klu si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis. Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya “habis minum jamu
nih…., ada yang mau menerima tantangan ?’—-langsung berpuluh2 komen
datang.
Ada yang hanya menuliskan, “lagi bokek, kagak punya duit…”
Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur pake dalaman lagi nih” .
Dan ribuan status-status yang numpang beken dan pengin ada komen-komen dari lainnya. Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita. Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya
seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.
Seorang wanita dengan nada guyon mengomentarin foto yang baru sj di
upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga memakai
kaos dan celana pendek…..padahal sebagian besar yg didalam foto
tersebut sudah berjilbab
Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang sekarang sudah
berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan islami, foto saat
dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan dengan ceria….
Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita mantan
kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal kini
sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang.
Rasanya hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai
Allah…., yaitu Muhammad SAW, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang
sangat menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ingatkah ketika
Rasulullah bertanya pada Aisyah r.ha
“ Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka Istri
tercinta, sang humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab “ Rasul,
kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”.
Rasul dengan senyum teduhnya berkata “baiklah Aisyah, aku berpuasa hari
ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah
rasulullah….
Ingatlah Abdurahman bin Auf r.a mengikuti Rasulullah berhijrah dari
mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya, dan
sebagian rumahnya,
maka abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya pasar.
Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan hidupnya.
Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan seseorang,
sebagaimana Rasulullah, bersabda, “Malu itu sebahagian dari iman”.
(Bukhari dan Muslim).
Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar buat kita umat Islam,
hegemoni ‘kesenangan semu’ dan dibungkus dengan ‘persahabatan
fatamorgana’ ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam
facebook yang melindas semua tata krama tentang Malu, tentang menjaga
Kehormatan Diri dan keluarga.
Dan Rasulullah SAW menegaskan dengan sindiran keras kepada kita“Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari).
Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa bersalah
mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang tidak
bermartabat yang semestinya dibuang saja atau disimpan rapat. Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan
cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah kemudian
ter inqilabiyah – tershibghoh, tercelup dan terwarnai cahaya ilahiyah,
hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh senyuman, oleh
orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.
Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita, simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan ‘kesenangan’, ‘gurauan’ membuat Iffah kita luntur tak berbekas.
catatan :
***”Iffah (bisa berarti martabat/kehormatan) adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan upaya penjagaan diri ini. Iffah sendiri memiliki makna usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal, makruh dan tercela.”
Sumber : FTJAI
Judul Asli : Ketika Iffah mulai luntur (dibalik fenomena facebook)
0 comments:
Posting Komentar